Minggu, 18 Februari 2018

Aksara Lontara dan Ragam Variasinya

Aksara Lontara

Jenis: Abugida/aksara Silabik
Asal: Sulawesi Selatan
Bahasa: Bugis, Makassar, Mandar
Direksi: Kiri - Kanan
Baris Unicode:
Sebutan Lain:

Aksara Lontara disebut juga aksara Bugis atau aksara Lontara Baru, sebagaimana aksara Jangang-Jangang disebut ‘lontara toa’. Menurut cerita, konon aksara lontara dibuat oleh Daeng Pamette, seorang “sabannara” (syahbandar) sekaligus “tumailalang” (menteri urusan istana dalam dan luar negeri kerajaan) atas perintah raja Gowa ke IX, Karaeng Tumapakrisi Kallonna.


Aksara lontara berasas sulappa eppa wala suji yaitu berbentuk belah ketupat. Asas ini dikemukakan oleh Mattulada dalam disertasinya (Rahman, 2014). Secara tradisional ditulis dari kiri ke kanan, tanpa spasi (scriptio continua) dan zig-zag atau tidak beraturan (boustrophedon) diakhir halaman jika penulis kehabisan ruang untuk menulis.
Buku catatan harian dengan bentuk tulisan tak beraturan (Sumber: buku "the Bugis")


Naskah terpanjang yang ditulis dengan aksara ini adalah teks Ila Galigo, yaitu epos mitologi Bugis. Umumnya naskah-naskah ini disimpan oleh masyarakat sebagai pusaka, sehingga keberadaan naskahnya tercecer ditengah masyarakat. Namun salinan dari naskah I La Galigo milik masyarakat yang disalin oleh Colliq Pujie kini tersimpan di Belanda setelah dikumpulkan mencapai 12 jilid dengan 300.000 bait. Hal ini membuat I La Galigo menjadi karya sastra terpanjang di dunia mengalahkan epos Mahabharata yang totalnya hanya sekitar 150.000 bait (Rahman, 2014).

Gambar contoh naskah I La Galigo (Sumber: http://www.indonesia-heritage.net/2014/10/unesco-akui-i-la-galigo-warisan-dunia/)

Bentuk Aksara Standar

Perbandingan Aksara Standar dengan Variasi Lontar

Penulis membandingkan dan mengumpulkan informasi bentuk aksara versi lontar dari Rahman (2014) dan Miller (2011).

Huruf “ha” adalah tambahan baru dalam aksara lontara akibat masuknya pengaruh arab. Variasi lontar adalah gaya tulisan yang ditemukan pada naskah lontar sebelum aksara lontara ditulis di kertas. Daun-daun lontar biasanya disambungkan menjadi panjang kemudian digulung pada batang kayu sehingga menyerupai gulungan pita kaset (Rahman, 2014). Beberapa huruf versi lontar memiliki kemiripan dengan aksara turunan lontara lainnya, huruf ga, pa, dan la persis seperti pada Satera Jontal, dan huruf sa mirip dengan huruf sa di Lota Ende yang hanya berupa garis lurus.
Gambar: Gulungan naskah lontar (Sumber: http://wacananusantara.org/lontaraq-dan-aksara-lontara-aksara-bugis)

Setelah kertas masuk, maka terjadilah penyalinan naskah-naskah ke media baru yang menyebabkan beberapa transformasi bentuk huruf yaitu pada huruf ka, ga, pa, ja, la, sa, dan a. Aksara sengau juga merupakan huruf yang datang kemudian dan tidak diketemukan didalam tulisan lontar. Kemudian aksara lontara baru itulah yang dibakukan. Sedangkan variasi Luwu direpresentasikan oleh Noorduyn (1993) dari selembar manuskrip dari Kerajaan Luwu.

Penulis membandingkan dan mengumpulkan informasi bentuk variasi Luwu dari Noorduyn (1988) dan Pandey (2016).

Aksara Lontara tak memiliki tanda baca virama/pemati vokal sehingga aksara konsonan mati tidak ditulis. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan bagi orang yang tak terbiasa dan tidak mengerti. Misalnya kata “Mandar” hanya ditulis mdrdan tulisan sr dapat dibaca sarang, sara’, atau sara tergantung konteks kalimat. Kekurangan ini dimanfaatkan dalam permainan tradisional Basa to bakke dan Elong Maliung bettuanna yang mana permainan ini menggunakan kata-kata yang bermakna berbeda dengan ejaan yang sama untuk dimanipulasi dan dicari makna tersembunyinya.


Contoh penulisan pada papan nama jalan, “Ujung Pandang” hanya dituliskan “uju pada” (Sumber: https://rebanas.com/gambar/images/huruf-lontara-matriphe-posterous-archive-dsc-0100-modified-gambar) 

Walaupun begitu, kini diajukan beberapa opsi untuk pembuatan tanda-tanda baca tambahan agar mendukung penulisan modern. Namun hal ini masih pro-kontra dan masih sebatas usulan individu dan belum dirundingkan dalam suatu lokakarya. 

Tanda baca yang dibutuhkan namun belum ada dalam aksara lontara tradisional antara lain tanda baca glottal stop, virama, prenasal, dan geminasi.
Secara tradisional aksara lontara tidak memiliki sistem angka, sehingga menggunakan angka arab-india. Angka yang ditampilkan disini adalah rekaan Yusring Sanusi, seorang budayawan pemerhati budaya Bugis demi melengkapi khazanah kekayaan budaya. Meski begitu angka ini belum diterima dan diterapkan sepenuhnya. Penulisan aksara lontara saat ini masih meneruskan pemakaian huruf-huruf tradisional tanpa modifikasi tambahan.

Referensi: (PDF dari Internet)
[1] Nurhayati Rahman: Sejarah dan dinamika perkembangan huruf Lontaraq di Sulawesi selatan: Paper 
[2] Christopher Miller (2011): Indonesian and Philippine scripts and extensions not yet encoded or proposed for encoding in Unicode
[3] J. Noorduyn. Variation in the Bugis/Makasarese script In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Manuscripts of Indonesia 149 (1993), no: 3, Leiden, 533-570 downloaded from http://www.kitlv-journals.nl

7 komentar:


  1. https://pemainayam.net/ramuan-membuat-jamu-ayam-bangkok-agar-nafas-panjang-dan-kuat
    Ramuan Membuat Jamu Ayam Bangkok Agar Nafas Panjang Dan Kuat, Sebagus dan segagah apa pun Ayam Bangkok Aduan
    WA : 0812-2222-995
    Line: cs_bolavita

    BalasHapus
  2. Mau bonus Cashback tiap minggunya???mari bergabung bersama kami di Winning303
    Dapatkan berbagai macam Bonus mingguan maupun harian


    Informasi Lebih Lanjut, Silakan Hubungi Kami Di :

    - WA : +6287785425244

    Melayani LiveChat 7 x 24 Jam Nonstop

    BalasHapus
  3. Dapatkan Double Bonus dari Donaco Poker Setiap Hari!!
    Mau Tau Caranya??? Ayo Daftar..!!.atau Hubungi Kami Segera......

    WHATSAPP : +6281333555662

    BalasHapus
  4. Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang terbaru? bila belum baca Prediksi Togel Mekong

    BalasHapus
  5. Tidak usah dimodifikasi lagi, pertahankan aksara lontara yang tradisional itu.

    BalasHapus