Sabtu, 28 Januari 2017

Aksara-Aksara Daerah yang Kontroversial di Indonesia

​Aksara adalah warisan budaya yang berharga yang menandakan tingginya tingkat ilmu pengetahuan suatu bangsa. Namun beberapa hal membuat beberapa aksara menjadi kontroversial, hal ini diantaranya dikarenakan terputusnya rantai sejarah, bukti yang tidak ditemukan, kurangnya penelitian, dan sebagainya yang berbuah pro-kontra tentang penggunaan suatu aksara; sebagian mengklaim aksara tersebut harus dilestarikan karena merupakan warisan budaya, sebagian lain menolak keberadaan aksara tersebut karena dianggap "palsu". Berikut adalah beberapa aksara daerah yang dianggap kontroversial menurut writingtradition.


1. Aksara Minangkabau

Aksara minangkabau ditemukan pada "Tambo" (kitab adat) minangkabau. Ada dua jenis aksara ini yaitu aksara yang ditemukan pada Tambo Alam milik Datuk Suri Dirajo di Nagari Pariangan dan aksara alfabetis yang ditemukan di Tambo Ruweh buku di Nagari Silek Aia (Sulit Air). Aksara minangkabau telah di perkenalkan di Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di Batusangkar pada Agustus 1970.

Hal yang disayangkan adalah bukti kuat mengenai keotentikan aksara ini seperti kitab tambo yang memuat aksara ini tidak pernah dimunculkan sehingga menimbulkan keraguan tentang keberadaan aksara tersebut. Selain itu Dr. Uli Kozok juga menyatakan keraguannya karena karakteristik aksara ini berbeda dari aksara-aksara Sumatera pada umumnya[1]. Walaupun aksara ini "ditolak" untuk dikatakan sebagai aksara asli minangkabau, tetapi tetap diyakini bahwa minangkabau pernah memiliki aksara sendiri.


Gambar: Aksara Tambo alam (sumber tertera)
Gambar: Aksara tambo ruweh [6]
2. Aksara Palembang

Aksara Palembang adalah aksara yang digunakan masyarakat Palembang pada masa sebelum masa kerajaan Sriwijaya. Namun sebagian orang berpendapat, aksara ini berakar dari aksara jawi (arab-melayu) yang digunakan pada masa kesultanan Palembang Darussalam. Saat ini, tidak ada penguuna aksara ini sehingga aksara palembang tidak bisa ditulis di komputer. Cara penulisan aksara Palembang ditulis dari kanan ke kiri, berbeda dengan aksara lainnya di Nusantara[2].

Catatan: penulis belum menemukan sumber lain yang berisi informasi lebih detail tentang aksara ini. Semua situs yang memberitakan aksara palembang hanya memuat keterangan seperti diatas.



Gambar dari id.m.wikipedia.org

3. Aksara Malesung

Aksara Malesung adalah aksara masyarakat minahasa kuno yang ditemukan pada beberapa prasasti di Minahasa, Sulawesi utara. Prasasti-prasasti tersebut diantaranya prasasti Pinawetengan, prasasti Rerumeran, dan Watu Tiwa. prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-4 atau abad ke-7. menurut budayawan Paulus Lumoindong (alm) aksara ini berasal dari serumpun dengan aksara Filipina. Huruf Malesung ini hanya dipakai untuk menulis keputusan penting pemerintahan, keagamaan dan kemasyarakatan.[3]

Dalam papernya Miller mengutip sebuah set aksara yang diduga adalah aksara malesung oleh Taulu (1980). Namun ia menambahkan bahwa keotentikan dari aksara ini tidak jelas[4]. Disisi lain ditemukan bahwa pada prasasti Pinawetengan huruf-huruf yang terukir adalah berupa hieroglif, bukan alfabet[5].



Gambar Alfabet dari [4]



Gambar Hieroglif dari [5]

4. Aksara Sangir

aksara ini ditemukan pada sebuah sapu tangan kuno milik Neldy Van Tampilang namun belum ada penelitian dilakukan sejak setelah pemberitaan tentang keberadaan aksara ini, sehingga tidak diketahui tulisan aksara tersebut memiliki makna atau tidak. Keotentikannya juga masih diragukan karena manuskrip berupa sapu tangan yang memuat tulisan tersebut tidak pernah dipublikasikan walau informasi tentang aksara tersebut sudah tersebar di dunia maya.



Dalam menyikapi kontroversi terhadap aksara-aksara tersebut, pro-kontra tidaklah diperlukan, yang diperlukan adalah tindak lanjut seperti penelitian, pelurusan fakta, ataupun kesepakatan atas aksara-aksara ini agar aksara-aksara tersebut menjadi jelas statusnya.

Kita bisa mencontoh aksara dunging, aksara ini walaupun merupakan rekaan namun diangkat menjadi aksara yang juga identitas etnis dayak iban. Dengan kata lain, aksara-aksara yang kontroversial diatas dapat saja diterima untuk menjadi conscript untuk bahasa dan budaya yang bersangkutan. Bagaimana pendapat anda?

Sumber dan Rujukan

[1] Dr. Uli Kozok (2006): Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Naskah Melayu yang Tertua, hal. 57

[2] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Aksara_Palembang?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C7086323559

[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Malesung&gt

[4] Christopher Miller (2011): Indonesian and Philippine scripts and extensions not yet encoded or proposed for encoding in Unicode, hal. 49

[5] http://forum.idws.id/threads/aksara-kuno-suku-minahasa-manado.491546/
[6] https://sasdaminangkabau.wordpress.com/2010/05/12/aksara minangkabau/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar