Rabu, 18 Januari 2017

Mengenal Ragam Aksara Tradisional Nusantara (Bagian 2)

​7. Aksara Bali

Aksara bali berbentuk mirip aksara jawa, hanya saja lebih melengkung. Aksara ini masih digunakan terutama untuk literatur agama hindu bali. Aksara ini juga digunakan masyarakat sasak di pulau lombok dan dikenal sebagai aksara sasak.
Gambar dari unud.ac.id

8. Aksara Bugis

Aksara bugis digunakan di sulawesi selatan untuk menulis bahasa bugis, bahasa makassar, dan bahasa mandar. Masyarakat Toraja tidak menggunakan aksara ini. Aksara ini memiliki asas sulappa eppa yaitu bentuknya yang berupa belah ketupat.



9. Aksara Bilang-bilang

Aksara bilang-bilang adalah aksara yang berupa sandi-sandi yang bentuknya berdasarkan abjad arab ۱۲۳۴۵۶۷۸. Aksara ini digunakan untuk menulis catatan pribadi seperti buku harian, digunakan di Sulawesi selatan untuk menulis bahasa bugis.



10. Aksara Iban / aksara dunging

Aksara Iban adalah aksara suku Dayak Iban yang bermukim di Kalimantan Barat Indonesia dan Sarawak Malaysia. Nama “Dunging” berasal dari nama orang penyusun aksara ini yaitu “Dunging anak Gunggu” di Serawak pada tahun 1947.

Gambar dari omniglot.com

11. Satera Jontal

Satera Jontal berarti "tulisan lontar" adalah aksara tradisional masyarakat sumbawa, dan digunakan untuk menulis bahasa sumbawa (basa samawa). Bentuknya mirip dengan aksara bugis namun tentunya memiliki perbedaan.



12. Aksara Bima / Aksara Mbojo

Aksara bima digunakan di daerah Bima, yaitu di sebelah timur pulau sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Bentuknya mirip aksara bugis namun lebih melengkung dan lebih pipih bentuknya. Aksara ini digunakan untuk menulis bahasa bima (nggahi mbojo). Aksara ini sedang berjuang untuk mendapatkan perhatian & pelestarian dari masyarakat bima setelah baru ditemukan kembali di tahun 90-an.



13. Aksara Lota Ende

Aksara Lota ende adalah aksara yang mirip aksara bugis yang digunakan di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Aksara ini terancam kelestariannya karena sekarang hanya sedikit yang bisa baca tulis aksara ini dan kebanyakan adalah lansia.



Itulah ragam aksara tradisional di nusantara. Aksara tradisional tidak serta merta dapat disebut sebagai aksara kuno, karena masih ada bentuk aksara yang lebih tua lagi dari aksara tradisional yang ada saat ini. Salah satu tolok ukur majunya suatu peradaban adalah dari perkembangan ilmu pengetahuannya, khususnya baca-tulis sebagai hal yang paling dasar. Sekarang warisan tersebut berada ditangan kita, masa depannya kita yang tentukan. Pedulikah anda untuk melestarikan aksara?

2 komentar: