Rabu, 11 Januari 2017

Yuk mengenal aksara Bima lebih mendalam!

Aksara Bima/Mbojo

Jenis: Abugida/aksara Silabik
Asal: Bima, Nusa Tenggara Barat
Bahasa: Bima (Nggahi Mbojo)
Direksi: Kiri - Kanan
Baris Unicode: diproposalkan sebagai variasi aksara lontara
Sebutan Lain: - 

Aksara Bima atau disebut juga aksara Mbojo adalah aksara yang digunakan dikawasan Bima, Nusa Tenggara Barat. Aksara Bima dapat merujuk pada dua bentuk aksara, yaitu aksara Bima/mbojo yang berbentuk mirip aksara lontara/bugis, dan aksara Bima kuna. Aksara Bima digunakan untuk menuliskan bahasa Bima (Nggahi Mbojo) yang dituturkan di timur pulau Sumbawa.


Sejarah Umum

Menurut sejarah, tradisi tulis menulis di Kerajaan Bima telah berlangsung sejak abad ke-14, dari sebelum datangnya Islam. Hal ini terus berlanjut hingga awal abad ke-20.
Setelah Islam masuk ke Bima, kerajaan Bima beralih menjadi kesultanan. Sultan Bima II memerintahkan segala bentuk kegiatan tulis menulis beralih kepada menggunakan aksara arab dan bahasa melayu, hal ini dilakukan untuk memperlancar komunikasi sehubungan dengan berkembangnya hubungan kesultanan Bima dengan kerajaan-kerajaan lain di nusantara.

Sebagian masyarakat Bima dan seorang ahli yaitu Henry Chambert-Loir beranggapan bahwa aksara Bima itu tidak ada karena aksara dan bahasa Bima itu sendiri tidak digunakan sebagai bahasa tulis resmi yang umum digunakan di kerajaan Bima dimasa tersebut. Namun hal ini nyatanya tidak benar karena dalam kelanjutan penelitian, banyak naskah-naskah ditemukan menggunakan aksara Bima dan Jawi/Arab secara berdampingan.

Pada tahun 1987, setelah penelitian panjang, Hj. Siti Maryam R. Salahuddin (yaitu puteri dari Sultan Bima ke-14, Sultan Muhammad Salahuddin) menemukan catatan mengenai aksara Bima di Perpustakaan Nasional Indonesia di Jakarta, yaitu selembar dokumen seorang peneliti belanda, H Zollinger dan juga catatan aksara Bima dari Raffles didalam bukunya History of Java. Kedua tokoh ini diketahui pernah melakukan perjalanan dan penelitian di Bima. Catatan yang memuat aksara Bima ini hanya sedikit yang ditemukan, diantaranya ditemukan di Museum Samparaja Bima dan Perpustakaan Nasional Indonesia[1].

Gambar: Aksara catatan Zollinger (kiri) dan catatan Raffles (kanan)

Bila diperhatikan, dalam catatan Zollinger mengenai aksara Bima, ia menyuguhkan dua buah bentuk huruf; satu yang mirip Lontara, dan satu lagi yang melingkar-lingkar ia beri catatan "Raffles" di akhir tulisannya yang bisa jadi merupakan suatu referensi. Aksara Bima catatan Zollinger yang mirip Lontara itu terpampang persis di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, namun aksara ini sedikit berbeda dengan yang diketemukan di naskah-naskah Bima.
Gambar: Papan informasi aksara tradisional di Museum Negeri NTB
  1. Aksara Bima Kuna
Christopher Miller dalam papernya “Indonesian and Philippine scripts and extensions (2011)” menampilkan satu set aksara yang bertajuk “aksara yang awalnya diadopsi (dipakai) di Bima tapi sekarang tidak digunakan (lagi)” yang merupakan catatan Raffles tahun 1817. Disebutkan pula bahwa tidak terdapat bukti dokumentasi lain yang memuat aksara ini[2] dan belum ditemukan juga naskah yang menggunakan aksara ini[3].

Walau bagaimanapun, aksara bima yang menurut catatan Raffles inilah yang lebih banyak dimuat di paper-paper ilmiah dan yang paling dikenal luas sebagai aksara Bima sehingga aksara versi Raffles inilah yang telah dimasukkan kedalam Muatan Lokal Bima sejak 1994[3].

Gambar: Buku pelajaran lama yang memuat pembelajaran aksara Bima Raffles [3]

Ketiga bentuk aksara Bima Raffles dalam tiga catatan tersebut masih dapat diperbandingkan; urutan alfabetisnya tidak berubah, hanya saja bentuk aksaranya berubah-ubah menyimpang seiring dengan penyalinan yang terjadi oleh orang-orang yang berbeda. (Lihat Perbandingan bentuk tiga model aksara Bima kuno)
Gambar: Aksara Bima Raffles menurut catatan (a) Zollinger, (b) Buku Pelajaran Lama Bima, dan (c) Raffles

Situs aksara.dompu.info menyebutkan bahwa aksara ini adalah aksara dompu, padahal Bima dan dompu masih sewilayah dan bahasa daerah yang digunakan juga sama[3]. Barangkali klaim ini berdasarkan pada kenyataan bahwa aksara Bima Raffles pernah dipelajari di sekolah, dan pengklaim mencoba untuk mempopulerkannya kembali dengan nama aksara dompu.


Absennya aksara Bima yang berbentuk mirip Lontara dari makalah-makalah asing dan sikap asing(tidak kenal)nya generasi di Bima mengenai aksara ini adalah wajar karena seperti yang diketahui, aksara ini baru ditemukan kembali oleh Ina Kau Mari pada dekade 90an, dan selama ini yang dikenal dan yang mereka pelajari adalah aksara versi Raffles.

2. Aksara Bima/Mbojo

Setelah penelitian panjang Hj. Siti Maryam R. Salahuddin hingga akhirnya pada 1987 membuahkan hasil berupa ditemukannya catatan aksara Bima oleh Raffles dan Zollinger dari Perpusnas RI. Pada tahun 1990-1991 J. Noorduyn seorang guru besar yang juga merupakan ahli bahasa dan aksara bugis dari Universitas Leiden Belanda datang ke Mataram khusus untuk menemui Hj. Siti Maryam R Salahuddin dengan membawa selembar dokumen lontar, berpedoman dengan catatan yang beliau temukan pada tahun 1987 di Perpusnas RI, dokumen tersebut kemudian diteliti dan kemudian diketahui bahwa naskah tersebut berbahasa Bima[1].

Gambar: Contoh naskah aksara Bima dan Arab ditulis berdampingan (Sumber: https://www.facebook.com/tanaoaksarambojo/photos/)

Alfabet

Aksara Mbojo ini adalah aksara yang masih berkerabat dengan aksara lontara (bugis). Bentuknya seperti aksara bugis yang lebih melengkung dan lebih pipih. Bentuk ini berdasarkan temuan naskah berbahasa Bima.

Aksara bima bersistem abugida/silabik alfabet, satu huruf melambangkan satu silabel (suku kata) yaitu konsonan yang sudah melekat dengan vokal “a” (hijau), aksara ini memiliki satu huruf vokal dasar yaitu huruf “a” (kuning), dan huruf sengau/prenasalized (biru). Beberapa huruf sengau bentuknya sama dengan bentuk huruf dasarnya, misal da=nda (pink).

Beberapa aksara memiliki bentuk variasi huruf sebagai berikut:
Tanda Diakritik/Sandangan/Harakat


Huruf vokal I-U-E-O dibentuk dengan menggunakan huruf vokal dasar “a” yang dibubuhi tanda baca i, u, e, ataupun o.

Seiring perkembangan waktu dan penelitian yang terus berlanjut juga, banyak ditemukan bentuk-bentuk huruf baru, diantaranya adalah tanda baca.

Eksistensi

Aksara Bima/mbojo ini dideklarasikan pada tanggal 28 Juli 2007 pada acara penutupan “Simposium Internasional Penaskahan Nusantara XI” yang dilaksanakan di Bima. Namun penelitian lanjutan harus tetap dilakukan untuk mengungkap segala misteri mengenai aksara Bima. Maka dibentuklah proyek penelitian oleh Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, Munawar Sulaiman dan Syukri Abubakar untuk mengkaji dan meneliti aksara Bima secara berkelanjutan[1].

Aksara Bima masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Aksara ini belum dimuat dalam pembelajaran bahasa Bima di sekolah, dan belum terdapat penggunaan aksara Bima pada papan nama jalan, kantor pemerintah, dan lainnya. Pengenalan dan publikasi aksara Bima dilakukan melalui buku “aksara Bima peradaban lokal yang sempat hilang” (gambar) yang merupakan hasil penelitian dan kajian mengenai aksara Bima. Publikasi juga banyak dilakukan oleh media massa ataupun oleh segelintir aktivis di media sosial.

(gambar) buku aksara bima
(gambar) salah satu pengenalan aksara bima di situs jejaring sosial facebook oleh page aksara di nusantara.

Setelah beberapa lama Aksara Bima kini telah diusulkan untuk dimasukkan kedalam muatan lokal sekolah dan dituliskan pada papan nama jalan di Kota Bima NTB. Usulan tersebut disambut positif dan kabarnya akan ditindak lanjuti. Khususnya untuk muatan lokal di sekolah.


Gambar: Halaman Facebook "Tanao Aksara Mbojo Bima" yang mempromosikan aksara Bima dan pembelajaran, perkembangan, kreasi-kreasinya.

Gambar: Penyerahan poster berisi Alfabet Aksara Bima untuk dipajang di Kantor Pemerintahan, sebagai pengingat akan kayanya budaya Bima. (Sumber: https://www.facebook.com/tanaoaksarambojo/photos/)

Semakin intensif membahas langkah-langkah pelestarian aksara Bima, bulan ini (September 2018) telah diadakan beberapa kali Bimtek Aksara Bima/Mbojo yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Kota Bima. Setelah itu delegasi dari Bima berangkat ke Mataram untuk menyusun desain muatan lokal berisi aksara Bima yang akan mulai diajarkan tahun 2019.



Review pribadi penulis: Aksara Bima sejak proses penemuannya dari status "hilang" pada tahun 90-an telah dapat melesat dalam waktu yang lumayan singkat. Dengan kerja keras, penelitian, publikasi, kampanye melalui media sosial untuk menunjukkan eksistensinya, dan keberanian untuk meminta dukungan kepada Pemerintah Daerah, aksara ini telah bangkit dan mulai dikenal kembali oleh masyarakatnya. Ini menjadi inspirasi bagi daerah lain yang aksaranya masih tenggelam untuk kembali diangkat.

Baris Unicode

Aksara Bima belum terstandarisasi unicode, namun telah diajukan proposal yang mengajukan aksara Bima –bersama dengan aksara turunan bugis lainnya- sebagai “Buginese extension” atau “perluasan” aksara bugis yang mana aksara mbojo ini diklasifikasikan sebagai salah satu variasi aksara bugis yang digunakan di Bima[4] (Lihat kemiripan aksara Bima, Lontara, dan aksara di Nusa tenggara lainnya di Aksara-aksara).

Meski memiliki keserupaan dengan aksara Lontara, Aksara Bima tetap memiliki ciri keunikan yang membuatnya lebih khas, diantaranya:
1. Berbentuk lebih melengkung dan pipih daripada aksara Lontara & turunan Lontara lainnya.
2. Memiliki tanda baca sukun/mati yang bisa diletakkan diatas atau dibawah aksara.
3. Memiliki tanda baca gemitasi konsonan (tanda baca tasydid).

Font

Font-font aksara Bima yang telah dikembangkan diantaranya adalah:
Font MbojoANSI karya Arif Budiarto adalah font yang pertama kali tersedia untuk pengetikan aksara bima di komputer. font ini menampilkan bentuk persis seperti yang ditemukan pada naskah. font ini dapat diunduh pada situs aksaradinusantara.com. Beberapa font lain juga telah dikembangkan penulis dan dapat diunduh pada tab Unduh Font pada Blog ini.

Sumber:

[1] Buku: aksara bima peradaban lokal yang sempat hilang.
[2] Christopher Miller (2011): Indonesian and Philippine scripts and extensions - Script encoding initiative.
[3] narasumber langsung: Bapak Syukri Abubakar.
[4] Unicode proposal: 16119-bima: Representing Bima in Unicode.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar