Rabu, 28 November 2018

Bentuk Upaya Membawa Aksara Tradisional ke Ranah Digital

Tidak dipungkiri pada era modern ini masyarakat banyak menggunakan teks-teks berbasis digital. Oleh karena itu kebutuhan akan adanya upaya digitalisasi aksara (Yang dimaksud digitalisasi oleh penulis adalah membawa aksara ke ranah digital.). Terlebih lagi bagi aksara-aksara tradisional yang semakin hari semakin terlupakan, bukan tidak mungkin bahwa kesan “kekunoan” dari aksara-aksara tersebut akan membuatnya tersingkirkan sama sekali oleh hal-hal baru yang lebih “kekinian”. Ya, penulisan aksara tradisional pun perlu didigitalisasi dengan pembuatan software, dan lebih mudahnya dengan pembuatan font.
Ada beberapa upaya digitalisasi ini:
1. Pengembangan aplikasi
  • Aplikasi yang ditujukan untuk aksara dapat berupa: aplikasi pembelajaran aksara, aplikasi konverter untuk transliterasi latin-aksara, dan aplikasi papan ketik (keyboard) aksara. Semuanya dapat dikembangkan untuk platform android (ponsel) maupun untuk sistem operasi komputer.
  • Aplikasi pembelajaran aksara di Android yang bermacam-macam dan dengan tampilannya yang kekinian dan sistem pengenalan yang berupa game juga membantu dapat menarik minat untuk mempelajari aksara.
  • Aplikasi konverter latin-aksara sangat membantu bagi mereka yang sedang belajar aksara dalam tingkat menengah karena konverter diharapkan dapat menjadi rujukan koreksi bagi mereka yang sedang belajar menulis; juga membantu mereka yang sekedar ingin tahu bagaimana suatu kalimat jika dituliskan kedalam aksara.
  • Aplikasi papan ketik (keyboard) berguna untuk pengetikan aksara untuk kebutuhan mengolah kata dan dokumen. Aplikasi ini membantu mengetikkan aksara dengan slot unicode dengan tata letak yang sederhana, dan ini elum banyak yang mengembangkan.

2. Pembuatan font
Pembuatan font aksara (yang berbasis Unicode maupun tidak) dapat:
  • Mendukung pengetikan dan penggunaan aksara diranah literasi digital seperti pengetikan/penulisan berbagai jenis dokumen seperti makalah, tulisan ilmiah, karangan, buku pembelajaran, slide presentasi, dan sebagainya.
  • Memunculkan ragam gaya penulisan yang menarik dan berbeda beda: Pembuat font dapat menyalurkan kreativitasnya untuk menciptakan tipe/gaya font sesuai desain yang ia inginkan; juga untuk konservasi aksara dari sumber manuskrip, suatu font dapat dibuat berdasarkan bentukan aksara dari manuskrip yang spesifik sehingga style aksara tersebut dapat didigitalisasikan disamping style yang baku. Adanya style tulisan aksara yang berbeda-beda dapat meningkatkan minat untuk menggunakan kembali aksara tradisional.
  • Menyimpan informasi yang tidak akan lapuk: Naskah-naskah dan dokumen kertas dapat menyimpan tulisan-tulisan sebagai dokumen otentik, namun seiring waktu media tulis seperti itu akan termakan usia dan butuh upaya lebih untuk mempertahankannya. Namun hal yang sama tidak terjadi dengan dokumen digital. Hal yang paling fatal bagi dokumen digital adalah hanya sebatas hilangnya file yang tentu dapat dicegah.
  • Menyeragamkan bentuk tulisan yang baku: dalam tulisan tangan, setiap orang memiliki gaya tulisan yang unik dan berbeda-beda. Penyimpangan penulisan bentuk suatu huruf dapat terjadi dan jika dilakukan secara terus menerus akan dianggap lumrah dan menghasilkan variasi bentuk huruf yang berbeda dari aslinya. Adanya kerancuan mengenai bentuk mana yang lebih otentik dapat saja menjadi perdebatan di masa mendatang.
  • Dapat menjadi perbendaharaan aksara: suatu font dapat dikembangkan dengan ditambahkan terus jumlah muatan karakternya dan dimodifikasi bentuk huruf per hurufnya. Seiring dengan penelitian terhadap naskah kuna, bentuk huruf-huruf baru seringkali ditemukan dan font komputer dapat menampungnya sekaligus mendigitalisasinya.
  • Membuat aksara menjadi lebih mudah digunakan dan dibagikan: font bertipe unicode yang dapat digunakan secara universal mendukung masyarakat untuk berbagi, berekspresi, dan berkirim pesan dengan menggunakan tulisan aksara melalui sosial media.
Tipe-Tipe Font Aksara
Font Unicode
Unicode adalah organisasi yang menampung dan mendigitalisasi semua jenis aksara dari seluruh dunia. Setiap aksara dari seluruh dunia memiliki slot atau “wadah/petak-petak”nya sendiri sehingga dapat berdiri sebagai individu-individu dengan identitasnya. Font yang menggunakan slot Unicode sebagai penampung hurufnya dapat digunakan dan ditampilkan pada perangkat manapun di seluruh dunia. Tetapi perangkat-perangkat yang lebih tua kemungkinan membutuhkan dukungan Unicode versi terbaru agar dapat menampilkan suatu aksara yang baru saja dikodekan oleh Unicode.
Kelebihan:
  • Aksara berdiri sendiri dalam wadahnya sendiri.
  • Aksara dapat ditampilkan pada platform apapun yang mendukung Unicode (Seperti browser dan sebagainya).
  • Aksara dapat digunakan mengetik dengan performa yang maksimal yang mendukung semua bentuk gabungan, ligatur, dan sebagainya.
  • Penggunaan yang dapat bersifat universal.
  • Dapat digunakan pada perangkat komputer maupun smartphone apapun, dimanapun.
  • Font-font Unicode dapat terus dikembangkan untuk menampung jumlah karakter baru, style baru, ataupun perbaikan ligatur dari versi sebelumnya.

Kekurangan font Unicode
  • Dapat hanya terlihat sebagai kotak-kotak, tanda tanya, atau bahkan kosong pada perangkat-perangkat yang tidak/belum mendukung Unicode versi tertentu.
  • Dapat mengalami masalah rendering lainnya pada beberapa software yang belum mendukung penuh, sehingga ketika proses pengetikan hasilnya tidak sesuai dengan seharusnya.
  • Belum banyak tersedia software keyboard untuk menggunakan font jenis ini sehingga pengetikannya akan sulit.
Font non-Unicode (ANSI)
Nama “ANSI” sendiri merupakan kependekan dari American National Standard Institute, yang sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan sistem font ini. Nama ini merupakan nama yang disalah gunakan namun terlajur luas penggunaannya. Sistem asli dari font ANSI sendiri adalah ASCII. 

Font ANSI hanya memuat kode huruf Latin saja sedangkan Unicode lebih luas cakupannya dan menyediakan ruang untuk berbagai alfabet dunia seperti Kiril, Hijaiyah, Hangeul dan Thai. Font ANSI sendiri dapat dikatakan bagian dari font Unicode yang mana font ANSI ini hanya memuat slot Unicode aksara Latin.

Jadi perbedaan font yang dimaksud disini menurut penggunaannya dan base nya adalah bahwa dengan font Unicode suatu aksara dapat berdiri sendiri dan memiliki identitasnya karena dikodekan sebagai aksara tersebut sedangkan dengan font ANSI, aksara dimuat pada slot Latin (dalam kata lain, “menumpang”). Lebih jauh lagi font ANSI dapat dikatakan sebagai font aksara latin yang tiap hurufnya diubah bentuknya menjadi model aksara tertentu. 

Kelebihan
  • Penggunaan ringkas dan cepat serta tidak rumit untuk kebutuhan pengetikan.
  • Dapat digunakan pada media komputer dan smartphone dalam aplikasi-aplikasi yang mendukungnya.
  • Tidak terdapat kesalahan rendering dalam proses pengetikan.
  • Proses desain fontnya cukup sederhana dan mudah dibuat & dimodifikasi.
Kekurangan
  • Akan terlihat sebagai aksara Latin jika digunakan diluar aplikasi pengolah kata dengan opsi pemilihan gaya font atau aplikasi yang mendukungnya; dalam kata lain, penggunaannya belum bisa meluas meliputi browser dan sebagainya.
  • Karena penyesuaian dengan layout aksara Latin, maka pengguna font diharapkan mengingat/mengerti cara pengetikan dan penggunaan font terkait.
  • Keterbatasan ruang dalam slot latin. Aksara lokal dapat memiliki jumlah karakter yang lebih banyak daripada jumlah karakter aksara latin yang hanya 26 huruf saja. Hal ini mengakibatkan suatu font tidak dapat menampung keseluruhan set aksara secara optimal.
Dari tiga belas aksara lokal nusantara yaitu aksara Batak, Incung (Kerinci), Rejang/Surat Ulu, Lampung, Sunda, Jawa, Bali, Lontara/Bugis, Jangang-jangang (Makassar), Bilang-bilang (Bugis), Satera Jontal (Sumbawa), Mbojo (Bima), dan Lota Ende, baru tujuh saja yang telah dikodekan di Unicode yakni Batak, Rejang, Sunda, Jawa, Bali, Lontara, dan Jangang-jangang. Hal ini berarti aksara-aksara lokal lainnya belum mendapat tempat di Unicode untuk ditampilkan & digunakan secara digital.

Untuk menunjang tuntutan zaman demi pelestarian aksara lokal maka font berbasis ANSI (non-unicode) mau tidak mau mesti digunakan dan bahkan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini telah disadari dan berlangsung cukup lama diantara para tipografer aksara dan telah menghasilkan font-font yang dapat memenuhi kebutuhan. Misalnya adalah font-font aksara Batak yang telah dibuat dan dikembangkan oleh Dr. Uli Kozok, dan font aksara Sunda rilis terbaru oleh tim peneliti Universitas Padjadjaran.  Sedangkan untuk font yang telah berstandar Unicode maka pengembangannya akan lebih mudah dalam setting tipografi maupun style hurufnya karena telah memiliki slot mandiri.

3. Membuat Ebook
Pengenalan dan pembelajaran selama ini tidak terlepas daripada buku sebagai sumber bacaan walaupun zaman telah beralih namun buku tetap digunakan walaupun dalam bentuk lain yaitu bentuk digital. Modul, buku pelajaran, laporan penelitian dan sebagainya yang berupa file pdf yang dibagikan melalui internet.
 
Upaya-upaya tesebut tidak akan berjalan lancar & efektif jika tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Masyarakat pemerhati aksara mempunyai andil yang sangat besar dalam penyebaran dan pengenalan serta penggunaan kembali aksara lokal melalui sosial media.

Sumber Bacaan:

http://www.kairaga.com/font
The Unicode Consortium. 2018. The Unicode Standard Version 11.0 – Core specification. Publication: www.unicode.org
http://www.ulikozok.com/font
http://www.unicode.org
http://en.wikipedia.org/typography
http://id.wikipedia.org/unicode
http://www.writingtradition.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar