Gambar: Tentangku dan Blogku (Dokumen pribadi)
Aku Ridwan. Orang-orang bilang aku sangat pendiam dan mungkin kaku atau sebagainya baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Aku jarang menunjukkan
diriku, aku dan mungkin beberapa orang sepertiku tidak terlalu suka dibilang
pendiam, kami sama seperti orang-orang biasa hanya saja lebih sedikit
berbicara.
Karena
sifat bawaan yang seperti itu, jadi hanya sedikit yang dapat ku sampaikan dan
ku bagikan. Sementara itu, banyak yang ku simpan dan ku ingin orang lain tahu.
Menulis teks panjang lebih menyenangkan bagiku daripada berbicara panjang lebar
untuk menjelaskan diriku. Apalagi apa yang ku suka, apa yang ku dalami ini
merupakan hal aneh bagi banyak orang, maka akan lebih aneh lagi jika aku yang
pendiam itu tiba-tiba berbicara panjang lebar menjelaskan minat aneh yang ku
dalami sendiri. Maka menulis blog
cukup memenuhi kebutuhanku yaitu untuk menjelaskan apa yang aku suka,
membagikan apa yang ku tahu secara luas, tanpa aku harus banyak berbicara.
Jika kalian membuka
blogku ini pasti kalian mendapati blog ini bertopik aksara daerah. Aku menekuni
dunia keaksaraan sejak sekitar 4 tahun yang lalu. Mengapa aku suka aksara? Ceritanya panjang. Kalau boleh curhat, hal
ini sudah berlangsung lama. Sejak SMP itu mataku mulai terbuka soal beragamnya
jenis tulisan di dunia. Yang telah ku ketahui saat itu adalah tulisan Latin dan Arab, aku pun tahu bahwa Cina dan India memiliki
tulisannya sendiri namun aku tak begitu memperhatikan. Kemudian aku sedikit
belajar bahasa Jepang dan menemukan bahwa Jepang punya tiga jenis tulisan: Hiragana, Katakana, dan Kanji. Disaat yang
bersamaan aku menemukan catatan kecil tentang aksara Sunda. "Wah, Indonesia juga
punya!" pikirku saat itu.
Menurutku itu adalah penemuan besar,
sehingga kemudian aku menunjukkannya pada teman dekatku yang merupakan orang
jawa dan lampung. Ternyata mereka tidak terkesan, malah mereka bilang
"daerah kami juga punya yang seperti itu". "Wah ada lagi? kenapa
aku baru tahu?" - jauh setelah itu aku ketahui bahwa aksara-aksara daerah
seperti itu memang tidak banyak dipakai dan ditinggalkan, mungkin karena kesan
"kekunoan"nya. Jadi wajarlah jika waktu itu aku tidak tahu kalau
Indonesia punya banyak aksara daerah. Tidak hanya Sunda, tapi ada Jawa dan Lampung. Mulanya minatku
tertuju untuk mempelajari tulisan luar seperti Hangeul
Korea, Devanagari India, atau Kiril Russia, namun setelah mendapat info tersebut aku mengalihkan diri untuk
mencari apa yang ada didalam negeriku sendiri lebih dulu.
Karena aksara-aksara itu terbatas
penggunaannya dan tidak populer sehingga tak ada yang mengenalkannya padaku,
maka aku mencari tahu sendiri. Sungguh bersyukur aku bahwa telah ada internet
di masa itu. Aku ketikkan kata "Aksara" ditambah kata-kata nama etnis
yang ada di Indonesia seperti "Kerinci", "Banjar",
"Madura", dan sebagainya. Pencarian tidak berhenti sampai aku SMA,
sampai aku mendapatkan jurnal-jurnal, paper, e-book tentang aksara itu - yang
tak jarang ditulis oleh orang luar negeri dan berbahasa asing. Aku menemukan bahwa
Indonesia kaya akan ragam sistem tulisan namun mereka sedang mati
perlahan-lahan. Kekaguman akan anugrah keberagaman, rasa cinta tanah air, dan
juga rasa prihatin akan hal yang demikian membuatku yakin untuk terjun
mendalami dunia keaksaraan ini secara mandiri.
Media sosial mempertemukanku dengan
orang-orang setipe ku, yang meletakkan minat pada hal yang sama. Beberapa
bergerak mandiri, namun ada pula yang berkomunitas. Interaksi secara maya
membuka wawasanku lebih banyak lagi, apalagi setelah bersentuhan dengan para
pengguna asli aksara terkait. Sebegitu banyaknya pengetahuan baru yang tercecer
ku kumpulkan kedalam beberapa buku catatanku, namun itu tidak fleksibel dan
terbatas ruangnya. Lagipula catatan itu hanya bisa dibaca olehku saja. Aku
tidak ingin menyimpan sendiri apa yang ku tahu, aku yakin yang lain membutuhkan
informasi ini. Disinilah blog mulai berbicara. Aku menulis apa yang aku ingin
orang tahu, dan menjadi narablog sangat membantuku mewujudkan itu.
Mungkin banyak blog lain menyajikan hal yang
serupa seperti yang ku kerjakan, tapi aku ingin membuat blogku ini lebih
otentik; tidak ada salin-tempel, referensi dicantumkan, gambar-gambar diolah
sendiri, dan
ulasan singkat yang kuberikan atas tiap tulisan. Ini semua demi menggenapi
keyakinanku, yaitu bahwa orang-orang akan membutuhkan informasi yang lengkap
dan bisa dipercaya tentang pengetahuan yang ku anggap sebagai "disiplin
ilmu tersendiri" ini.
Aku menulis blog tidak
semata-mata hanya ingin tulisanku diketahui orang atau namaku jadi dikenal,
yang terpenting bagiku adalah kontennya tersampaikan. Tidak mengapa kalau aku
tidak dikenal siapapun, yang penting ilmu yang aku punya bisa tersampaikan dan
berguna suatu saat. Blog ini juga membantuku menjelaskan apa yang sebenarnya ku
lakukan, karena hobi aneh mempelajari aksara ini sering disalahpahami banyak
orang karena kadang aku disangka bisa banyak bahasa, padahal tidak.
Menulis semacam
ensiklopedia keaksaraan seperti ini juga merupakan kampanyeku agar orang-orang
mengenal aksara lagi; sebuah harta peradaban yang sangat disayangkan kalau
lenyap. Sebelumnya aku mengkampanyekannya di media sosial facebook dengan
berbagai postingan, tapi kurasa postingan sosial media belum cukup menampung
seluruh apa yang ingin ku sampaikan. Pada blog ini beberapa artikel telah ku
tulis, sedetail apa yang aku tahu. Beragam font aksara pun ku buat, ku
kembangkan, dan kubagikan secara gratis melalui blog ini juga untuk mendukung
peningkatan penggunaan aksara-aksara daerah tersebut.
Keterangan: gambar doodle yang ku buat untuk menyambut Hari Literasi (Aksara) Internasional sekitar tahun 2016 (Dokumen pribadi)
Melihat aksara daerah
diterima lagi oleh masyarakat adalah impianku yang terbesar. Segala hal untuk
pemajuan aksara ini aku lakukan; menulis blog ensiklopedi, membuat font, membuat
gambar & poster edukatif tentang aksara, semuanya telah dilakukan sejak
tahun-tahun belakangan. Tahun ini, 2019, kebetulan adalah “Tahun Bahasa Pribumi
Internasional” atau The International Year of Indigenous Languages yang
dideklarasikan oleh UNESCO. Setahun penuh momen yang didedikasikan untuk bahasa
masyarakat pribumi agar terhindar dari kepunahan. Melalui momen ini aku
berharap penggunaan aksara daerah diwadahi revitalisasi bahasa daerah bisa
lebih meningkat lagi. Kampanyeku kini juga mencakup bahasa daerah yang memang
sedang ditinggalkan juga.
Keterangan: Gambar yang ku buat untuk menyambut Tahun Bahasa 2019 (Dokumen pribadi)
Meskipun aku bukan
seorang poliglot dan tidak menguasai bahasa daerah manapun, aku ingin belajar, aku ingin agar orang-orang
melihat apa yang ku lakukan dan merasakan kepedulian yang aku coba sampaikan
yang seharusnya juga ada pada diri mereka, atau setidaknya jika mereka tidak
melihat itu semua, aku hanya ingin menyediakan apa yang belum ada. Proyekku
untuk tahun bahasa ini adalah mengalih-aksarakan literatur daerah sembari
mengenali lagi sastra dan bahasa daerah yang memang sebagian besar aku belum
tahu. Aku telah mengalih-aksarakan 50 peribahasa Sumbawa, dan sedang
mengerjakan hal yang sama untuk peribahasa Makassar, Rejang, Sunda dan Lampung.
Kedepannya juga aku berkeinginan untuk mengalih-aksarakan cerita rakyat yang
sudah ku dapat, lebih baik lagi jika aku dapat memberi ilustrasi untuknya
seperti buku cerita. Keinginanku juga yaitu membentuk sebuah komunitas yang
bergerak di bidang ini, aku ingin mengumpulkan semua orang yang berkepedulian
dan mau bekerja sama yang selama ini berjuang individual, karena semua proyek
itu tidak mungkin ku lakukan sendiri. Kesemuanya ini nantinya akan ku bagikan
melalui blog ini, atau juga melalui situs web lain, atau bila penting, mungkin
saja dibukukan.
Demikianlah apa yang ku
lakukan, alasan mengapa aku menulis blog bertopik keaksaraan ini dan mengapa
aku menyukai aksara. Siapapun anda, suka atau tidak dengan tulisanku atau
dengan apa yang ku kerjakan, aku hanya mohon dukungan dan doanya! Terima kasih!
👏👏👍😀
BalasHapusWow keren kak, jarang2 yang bgni nih topiknya, semangat smg tetap menginspirasi kak :)
BalasHapussuka dengan gambarnya. semoga terus konsisten ngeblog, ya! :D
BalasHapussama kita kak, wkwk, tapi kalau saya belum kepikiran mau bikin blog, lebih mendem aja.
BalasHapusWhen did the author first become interested in regional scripts?
BalasHapusVisit us Online Learning